Sabtu, 15 Februari 2014

Untuk Ibu yang ada di Bumi

Hai, Bu. Gimana kabarmu? Sehatkah?

Kali ini aku mau berbincang banyak padamu. Aku rindu, Bu. Bagaimana keadaan di Bumi? Masih banyak orang jahat, kah? Hmm, tapi aku tidak perlu khawatir, tentu kau bisa menjaga diri sebaik mungkin.

Disini, aku terkenal sebagai seorang yang banyak sekali bertanya, Bu. Dimulai dari pertanyaanku pada Bos besar.

Seperti ini pertanyaanku:

"Bos, kenapa seseorang bisa mempunyai anak?", lalu Bos besar menjawab dengan ramah, ia menjawab "Karna dia melakukan hubungan badan, dan tentunya ada cinta diantara mereka berdua"

Lalu aku bertanya kembali.

"Berarti, Ayah dan Ibuku saling mencinta?", Bos besar lalu menjawab, "Tentu, tentu mereka saling cinta"

"Tapi, apakah mereka mencintaiku?", Bos besar masih sabar dan mau menjawab, "Mereka mencintaimu, sungguh"

Tapi aku bingung, kalau sayang kenapa kau memperlakukanku dengan tidak baik, seperti kau yang mengizinkan seseorang yang saat itu kau sebut dokter, untuk memasukan mainan ketika aku berada di perutmu. Aku suka dengan mainannya, ia bisa berputar, namun ketika aku ingin meraihnya --ia berbalik menyerangku. Ku kira itu blender mainan, tetapi kenapa ia menyakitiku? Sakit bu.

Lalu, orang yang kau sebut dokter itu kembali memberiku mainan. Tapi, kini aku lebih berhati-hati, sebab sudah ada organ tubuhku yang berdarah akibat mainan tadi. Kali ini aku suka dengan mainan barunya, seperti gunting. Aku pikir, pasti Ibu ingin bermain salon-salonan padaku. Maka dengan siap aku menunduk untuk dipotong rambut tebalku. Tapi, seketika aku terheran, kenapa yang dipotong bukan rambutku melainkan leherku. Sakit kali ini lebih hebat, leherku menggelayut saat itu juga, darah terkucur dengan hebatnya. Sakit Bu.

Lalu, aku mendengar perbincangan kau dengan Ayah, "Yah, mamah sakit yah.", lalu ayah menjawab "Sudahalah, tahan saja sakitnya, Mah. Memang kau mau dimarahi orang tua kita sebab melakukan hubungan diluar nikah. Sudahlah musnahkan saja anak ini". Sungguh aku menangis saat itu. "Apa salahku?"

Lalu dokter itu kembali memasukan mainan. Namun, kali ini aku tidak mau tertipu, aku tidak menyentuhnya sama sekali. Namun, apalah daya aku tidak bisa menghindar, aku sudah lemas, darahku sudah habis, saat itu juga ada sesuatu, Bos besar bilang itu adalah Malaikat. Ia berkata, "Ayo ikut aku ke surga"

Aku bingung, "surga itu tempat apa? Apakah ada banyak mainan di sana?" Tanyaku pada Malaikat. "Tentu banyak, bahkan banyak sekali". "Tapi aku tidak mau seperti mainan yang Ibuku berikan tadi",  "Tidak, tidak ada mainan seperti itu di surga", "Baiklah kalau begitu".

Kini aku sudah berada di surga, Bu. Di sini indah sekali, tak ada orang-orang tua di sini. Semua orang muda-muda sekali di sini. Aku ingin nanti kau juga menyusulku di sini. Kita senang-senang di sini.

lalu aku bertanya satu hal lagi pada Bos besar, "Bos, apakah Ibu dan Ayah bisa masuk surga sepertiku?", ia menjawab "Tentu, jika mereka bertaubat".

Aku tidak berpikiran kalau kau itu jahat, karna menurutku tidak ada orang yang terlahir jahat. Mereka jahat karna keadaan yang memaksa dia jahat. Aku tidak dendam padamu, Bu. Aku juga tidak dendam pada Ayah. Sungguh, inni uhibbuka fillah.

Maka aku pinta dengan sangat, bertaubatlah, ajak Ayah juga. Terimakasih.


Tertanda,
Buah hatimu yang menunggumu di Surga.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar